Ambon –Suaratimurnews.com Konflik Pelauw, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) yang terjadi pada tanggal 12 Februari 2012 telah meluluh lantahkan negerinya, dan mengakibatkan kurang lebih 300 rumah terbakar, enam korban jiwa, bahkan ribuan warga mengungungsi.
Sampai detik ini, satu dekade (10 tahun) tidak ada upaya serius dari Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan dan mengembalikan pengungsi Pelauw ke tempat asalnya. Ini membuktikan bahwa negara dalam hal ini Pemerintah Telah gagal dalam mengimplementasikan amanat UUD 1945 dalam memberikan perlindungan dan kemakmuran bagi rakyatnya.
Hal inilah yang disuarakan pengungsi konflik Pelauw dalam aksinya di kantor DPRD Provinsi Maluku, kamis (09/12/2021).
Dikoordinir Erdi Rizal Tualepa selaku ketua umum pengurus besar angkatan muda Hatuhaha Waelapia Pelauw (AMHW Pelauw), masa aksi yang menggunakan pakaian serba putih terdiri dari orang tua lanjut usia (Lansia) sampai anak ini, membawa sejumlah pamflet bertuliskan abaikan hak pengungsi adalah kejahatan kemanusiaan, Pemda Malteng takut selesaikan konflik Pelauw, kembalikan hak-hak pengungsi, kami butuh solusi konkrit, DPRD dan Gubernur Maluku lepas tanggungjawab dan melentarkan pegungsi pelauw, selesaikan masalah kami, kami ingin pulang.
Dalam demo dimaksud, juga diwarnai dengan aksi tidur didalam balai rakyat, karang panjang, Ambon. Terlihat orang tua Lansia hingga anak-anak tidur di loby utama, dan dikawal aparat kepolisian. aksi dari pendemo ini, dikarenakan tidak ada satupun wakil rakyat yang bertemu pendemo, namun diwaktu yang sama Komisi I sementara membahas persoalan Tamilouw bersama Kapolda, Kapolres Malteng dan jajarannya.
Ada enam point tuntutan dari pengungsi Pelauw satu, Meminta Presiden, Joko Widodo selaku kepala negara dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian untuk menginterfensi penyelesaian pengungsi konflik Pelauw.
Dua, mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk memanggil Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal dan Kepala Pemerintahan Negeri Pelauw. R.E Latuconsina, yang juga selaku wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku untuk segera memulangkan pengungsi sesuai dengan aturan, UU nomor 24 tahun 2007 tentang bencana dan UU Nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.
Tiga, mendesak DPRD Provinsi Maluku segera memanggil stakeholder terkait yakni Gubernur, Pangdam XVI PAttimura, Kapolda Maluku, dan Bupati Maluku Tengah untuk kemudian bisa mencari solusi bersama, dan solusi yang sudah jelas diatur dalam UU nomor 24 tahun 2007 tentang bencana dan UU Nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.
Empat, menuntut DPRD Provinsi Maluku, Gubernur, Bupati dan DPRD Maluku Tengah harus pro aktif dalam penyelesaian konflik Pelauw, juga sebagai mediator dan fasilitator dalam mempertemukan kedua belah pihak dalam satu meja perundingan secara resmi. berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku merujuk pada UU bencana dan UU Penanganan
Lima, menuntut harus ada upaya dan solusi kongkrit serta langkah konkrit dari dari Gubernur dan DPRD Maluku untuk memulangkan pengungsi, serta melakukan investigasi dilapngan tempat pengungsian.
Enam, apabila tuntutan pengungsi tidak dipenuhi oleh pimpinan DPRD Provinsi Maluku, maka tempat pengungsian terakhir adalah gedung rakyat DPRD Maluku.(ST01)